Mengenal Beberapa Ulama Hadis Mutaqaddimin (Bag. 1)
Al-Imam Adz-Dzahabi dalam kitab Mizanul I’tidal (1: 4), menjelaskan bahwa ulama yang hidup di masa sebelum tahun 300-an Hijriah sampai awal-awal 300 Hijriah, disebut sebagai ulama mutaqaddimin. Adapun para ulama yang hidup setelahnya, disebutkan sebagai ulama muta’akhirin.
Para ulama mutaqaddimin memiliki keutamaan dan keistimewaan yang tidak dimiliki oleh para ulama setelahnya. Masa hidup mereka tentunya lebih dekat dengan masa kenabian, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ’alaihi wasallam,
خير الناس قرني ، ثم الذين يلونهم ، ثم الذين يلونه
“Sebaik-baik manusia adalah yang ada pada zamanku, kemudian setelah mereka, kemudian setelah mereka.” (HR. Bukhari no. 3651 dan Muslim no. 2533)
Pada artikel ini, kita akan mengenal secara ringkas, biografi beberapa nama ulama mutaqaddimin dan biografi ringkas mereka.
Al-Khathib Al-Baghdadi
Ahmad bin Ali bin Tsabit Al-Baghdadi (wafat 100H), terkenal dengan Al-Khatib Al-Baghdadi. Beliau adalah penduduk kota Darzijan sebelah barat daya Baghdad. Sejak sebelas tahun, beliau sudah memulai perjalanan menuntut ilmu. Baghdad, Bashrah, Syam, Isfahan, dan Naisabur pernah ia singgahi dalam rangka menuntut ilmu. Beliau sangat menonjol dalam bidang hadis, ilmu rijal (perawi hadis), dan tarikh (sejarah). Karya tulis beliau sangat benyak, mencapai 500 lebih. Kitab tarikh yang masyhur karya beliau adalah kitab Tarikh Baghdad. Tulisan beliau dalam bidang hadis juga banyak, di antaranya yang masyhur adalah Al-Kifayah Fii ‘Ilmil Riwayah.
Amir bin Syurahil
Amir bin Syurahil bin ‘Abdi Dzi Kibar Asy-Sya’bi (wafat 104H), masyhur dengan sebutan Asy-Sya’bi. Beliau seorang ulama tabiin yang terkemuka, seorang imam, penghafal hadis, dan ahli dalam bidang fikih. Beliau lahir pada pemerintahan Khalifah Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu. Beliau meriwayatkan hadis dari Ali bin Abu Thalib, Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Aisyah, Ibnu Umar, dan lain-lainnya. Beliau mengendalikan pengadilan Kufah beberapa lama masanya. Fatwa-fatwanya telah berkembang di masa sahabat sendiri. Hal ini menunjukan bahwasanya beliau mempunyai ilmu yang luas dalam bidang hadis dan fikih. Ibnu Sirin pernah berkata kepada seseorang, ”Tetaplah engkau bersama Asy-Sya’bi, aku melihat bahwa beliau telah berfatwa di kala para sahabat Nabi masih banyak jumlahnya.”
Baca Juga: Fatwa Ulama: Berusaha Menangis ketika Membaca atau Mendengarkan Al Qur’an
Thawus bin Kaisan
Thawus bin Kaisan Al-Yamani (wafat 106H), seorang tabiin dari negeri Yaman. Sebagian ahli sejarah mengatakan bahwa nama aslinya adalah Dzakwan, sedangkan Thawus adalah laqob (julukan). Sangat dikenal keberanian dan ketegasannya dalam memberi nasihat dan meluruskan kesalahan. Sehingga beliau banyak disegani oleh kaum muslimin termasuk para raja dan khalifah. Beliau berjumpa dengan banyak sahabat Nabi shallallahu ‘alahi wasallam, bahkan banyak mengambil ilmu dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha. Kefakihannya tidak perlu dipertanyakan. Telah lahir banyak nama besar dari didikannya, sebut saja Atha bin Abi Rabah, Amr bin Dinar, Mujahid bin Jabr, dan Wahb bin Munabbih.
Nafi’ bin Hurmuz
Nafi’ bin Hurmuz (wafat 117 H), dikenal dengan Abu Abdillah Al-Madini. Sebagian ulama berpendapat bahwa Nafi’ berasal dari Naisabur, sedangkan ulama lain mengatakan ia dari Kabul. Nafi’ adalah pembantu dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu yang sangat senang dengan ilmu dan hadis. Nafi’ meriwayatkan hadis dari Abu Sa’id Al-Khudri, ‘Aisyah, dan Hafshah radhiyallahu ‘anhum. Imam Malik bin Anas rahimahullah termasuk murid Nafi’ bahkan muridnya yang paling lama. Khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah mengirimnya ke Mesir dengan tugas mengajarkan hadis dan pengetahuan agama kepada penduduk negeri itu.
Baca Juga: Fatwa Ulama: Lebih Utama Berdoa Sendiri atau Meminta Doa Orang Lain?
Utsman bin ‘Ashim
Utsman bin ‘Ashim bin Hushain Al-Kufi (wafat 127H), dikenal dengan Abu Hushain, seorang tabiin dari Kufah. Beliau meriwayatkan hadis dari Ibnu ‘Abbas, Abu Sa’id Al-Khudri, Ibnu Zubair, dan Jabir bin Samurah radhiyallahu ‘anhum. Beliau seorang imam dan Al-Hafidz. Kealimannya disegani para ulama tabiin. Pernah Asy-Sya’bi, seorang ulama besar di kalangan tabiin, ketika masuk ke masjid di Kufah, ia bertanya dahulu, “Adakah Abu Hushain di dalam? Kalau ada mari kita duduk di majelis beliau.” Beliau juga dikenal dengan sikap wara‘-nya. Pernah sebagian pejabat menghadiahi beliau 2000 dirham ketika beliau sedang mencari nafkah, namun hadiah tersebut ditolak. Ketika muridnya bertanya alasannya, beliau menjawab, “Karena malu dan menjaga kemuliaan.” Walau beliau seorang alim yang disegani, kadang jika beliau ditanya suatu masalah agama, beliau menjawab, “Saya tidak tahu, wallahu’alam.”
Sa’id bin Abi ‘Arubah
Sa’id bin Abi ‘Arubah (wafat 156H), dari kota Bashrah (sekarang bagian dari Irak). Seorang imam, Al-Hafidz, dan ulama besar di masanya. Beliau adalah murid dari Ibnu Sirin dan Qatadah. Di antara yang mengambil ilmu darinya adalah Sufyan Ats-Tsauri, Syu’bah, dan Yahya bin Sa’id Al-Qathan. Sebagian ahli sejarah mengatakan beliaulah yang pertama kali menghimpun hadis dalam bentuk kitab sunan. Yang menakjubkan dari beliau adalah hafalannya, sampai-sampai Abu Awwanah mengatakan, “Di antara kami tidak ada yang lebih kuat hafalannya dari beliau di kala itu.”
Waki’ bin Al-Jarrah
Waki’ bin Al-Jarrah bin Malih bin ‘Adi Al-Kufi (wafat 197H), ulama besar dari Kufah. Beliau mendengarkan hadis dari Hisyam bin ‘Urwah, Sulaiman Al-A’masy, Al-Auza’i, Sufyan Ats-Tsauri, dan Ibnu ‘Uyainah. Di antara murid beliau adalah Imam Asy-Syafi’i dan Imam Ahmad. Imam Ahmad memuji beliau, ”Belum pernah aku melihat seorang ulama yang dalam hal ilmu dan hafalan sanad sehebat Waki’. Dia menghafal hadis, mendalami fikih dan ijtihad. Dia tidak pernah mencela seseorang.”
Oleh karena itu, Imam Asy-Syafi’i pun ketika merasa hafalannya kurang baik, beliau meminta nasihat kepada Waki’ dengan perkataannya yang masyhur, “Aku mengadukan buruknya hafalanku kepada Waki’, lalu ia membimbing aku untuk meninggalkan maksiat. Dan ia memberitahu aku bahwa ilmu itu cahaya dan cahaya Allah itu tidak menerangi pelaku maksiat.”
Abu Daud Ath-Thayalisi
Sulaiman bin Daud Al-Farisi (wafat 204H), dikenal dengan nama Abu Daud Ath-Thayalisi. Disebut demikian karena beliau sering memakai thayalisah (sejenis jubah yang di pakai di pundak). Beliau ulama pakar hadis yang telah pergi ke berbagai negeri untuk menulis hadis. Ia pernah berkata, “Aku telah mencatat hadis dari seribu syekh.” Beliau adalah penyusun kitab Musnad yang dikenal dengan Musnad Ath-Thayalisi.
Ibnu Qutaibah
Abu Muhammad Abdullah bin Muslim bin Qutaibah Ad-Dainury (wafat 236H), dikenal dengan nama Ibnu Qutaibah. Ia adalah seorang ahli lughah (bahasa Arab) yang terkenal. Beliau belajar hadis dari Ishaq bin Rahawaih, Abu Ishaq Ibrahim Az-Ziyadi, dan Abu Hatim As-Sijistany. Ia banyak mengarang kitab yang bermanfaat di antaranya adalah kitab Gharibul Quran, Gharibul Hadits, Uyunul Akhbar, Musykilul Quran, Musykilul Hadits, kitab I’rabil Qur’anal Ma’arif, dan Adabul Katab. Di antara murid-muridnya adalah anaknya, Ja’far Ahmad Al-Faqih, dan Ibnu Dusturaih Al -Farisy.
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, ”Ibnu Qutaibah seorang ulama yang cenderung kepada mazhab Ahmad bin Ishaq, ia seorang juru bicara ahli hadis.” Adz-Dzahabi rahimahullah berkata, ”Ibnu Qutaibah seorang yang banyak kitabnya, seorang yang diterima riwayatnya, tetapi sedikit dalam meriwayatkan hadis.”
Baca Juga: Fatwa Ulama: Bolehkah Memberikan Zakat kepada Kerabat?
Baqi bin Makhlad
Abu Abdirrahman Baqi bin Makhlad Al-Andalusi (wafat 276H) adalah seorang ulama dari negeri Andalus (sekarang bagian dari Spanyol). Beliau dikenal dengan kegigihannya dalam menuntut ilmu agama. Beliau berjalan kaki menempuh perjalanan untuk mencari ilmu, menemui Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah. Namun, ketika itu musibah besar menimpa Imam Ahmad, sehingga beliau dilarang untuk mengajar oleh penguasa. Namun, Baqi bin Makhlad punya cara lain, setiap hari beliau berpakaian mirip pengemis mendatangi rumah Imam Ahmad sehingga Imam Ahmad bisa menyampaikan hadis kepada beliau. Terus demikian hingga akhirnya Imam Ahmad boleh mengajar lagi. Ia pun di depan murid-muridnya berkata tentang Baqi bin Makhlad, “Orang ini berhak menyandang predikat sebagai pencari ilmu.”
Wallahu a’lam, semoga bermanfaat.
[Bersambung]
Baca Juga:
- Fatwa Ulama: Makna Syahadat “Muhammad Rasulullah”
- Fatwa Ulama: Hukum Salat Sunah Qabliyah Sebelum Salat Isya
***
Penulis: Yulian Purnama
Artikel asli: https://muslim.or.id/81065-mengenal-beberapa-ulama-hadits-mutaqaddimin-bag-1.html